Kamis, 01 Oktober 2015

32.955 RT/RW Panik Bakal Dipecat


Cempaka Baru 12/09,
NONSTOP, PECAT-Ketua RT dan RW panik lantaran terancam dipecat. Lewat peraturan gubernur, Ahok akan menindak para RT dan RW yang tidak nurut.
32.955 Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di DKI Jakarta galau. Mereka panik karena ada peraturan gubernur atau pergub yang mengatur RT/RW.
Dalam aturan tersebut, ketua RT yang berjumlah 30.246 dan 2.709 ketua RW bisa dengan mudah dipecat oleh Ahok. “Kami inikan dipilih langsung oleh warga, kenapa bisa dipecat oleh Ahok,” protes seorang ketua RT di Cempaka Putih, Jakpus yang namanya enggan disebutkan, kemarin.
Aturan tersebut kata dia, membuat panik seluruh RT dan RW. “Semua ketua RT rapat konsolidasi. Jika aturan tersebut diberlakukan kami akan serbu kantor Ahok. Kami juga akan mundur biar Jakarta lumpuh,” ancamnya.
Begitu juga dengan Yat. Ketua RT di kawasan Cengkareng, Jakbar ini mengaku menolak dengan adanya pergub yang mengatur Ahok dengan seenaknya memecat RT. “Kami sepakat siap protes dan demo ke Balaikota. Kami akan mundur dari RT,” ungkapnya.
Seperti diberitakan, organisasi RT dan RW di ibukota awalnya diatur dalam pergub dan surat keputusan (SK) gubernur tahun 2011. Aturan itu dinilai Pemprov DKI lemah karena tidak mengatur campur tangan dari pemerintah dalam pengawasan dan juga pembinaan organisasi RT/RW.
Pemprov beralasan, aturan baru tersebut untuk mengatur anggaran gaji RT dan RW Rp 340 miliar. Untuk RT per bulan Rp 975.000 dan ketua RW Rp 1,2 juta. Sementara pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengaku aneh dengan manuver Ahok.
“Hahaha… Ini Pak Ahok bingung saya mau-nya apa. Setelah PNS, sekarang RT/RW yang diutak-atik dan terancam dipecat,” terang Yayat saat dihubungi Nonstop, kemarin malam.
Dia menyarankan, harusnya Ahok melakukan pemetaan kepada RT dan RW. Apakah aturan itu efektif atau tidak? “Nanti kalau masyarakat nggak ada yang mau jadi RT/RW gimana? Selama ini, mereka yang mau jadi RT/RW kan karena ada tunjangan,” terangnya.
Dosen dari Universitas Trisakti ini meminta agar pergub atau aturan yang mengatur RT dan RW ditunda. Jika dipaksakan ada kesan aturan tersebut seperti ancaman buat RT dan RW. “Sebelum memanfaatkan pergub tersebut, tolong dipikirkan dulu lah,” papar Yayat.
Solusi terbaik kata dia, membuat forum besar pertemuan seluruh RT/RW di Jakarta. “Jabarkan oleh Ahok, mau dia gimana? Jakarta mau digimanain sama dia. Lalu, tanya sama mereka, sanggup nggak menjalani tugas yang dia berikan? Jangan sampai para RT/RW turun ke jalan untuk melakukan demo,” ucap doktor jebolan UI ini.
Banyak Pasal Karet
di Pergub RT & RW
Dokumen yang didapat Nonstop, aturan yang membuat panik RT dan RW adalah Pergub No 168 tahun 2014 tentang pedoman RT/RW.
Sedangkan pasal yang membuat kesal RT/RW yakni pasal 29 ayat 1 huruf c, pasal 30 dan 31. Pasar tersebut menyebut ketua RT atau RW bisa diberhentikan sesuai dengan keputusan lurah di wilayahnya.
RT/RW juga bisa diberhentikan asal ada laporan warga. Pasal inilah yang membuat rancu dan bisa disebut pasal karet. Karena, bisa saja warga yang tidak senang dengan RT/RW tapi dekat dengan lurah bisa dengan mudah dipecat.
Selian itu ada juga pasal yang menyebutkan, untuk ketua RW minimal pendidikan SMA dengan umur maksimal 65 tahun. “Banyak pasal karet. Dan aturan ini ngaco, kami akan tolak dan siap mundur. Suruh saja Pak Lurah rangkap jabatan jadi RT,” tantang Sukri, ketua RT di Jaktim.
Sukri menilai, beban RT itu sangat berat dan tidak seimbang dengan honor yang digembar-gemborkan Ahok. “Terkadang kami bangun jam 2 malam, karena ada pasangan suami istri yang bangun. Soal duit honor itu sering saya gunakan untuk perbaikan kampung,” keluh pria yang sudah 6 tahun jadi RT.
Hal senada diungkap Dading. “Pergub itu sama saja ancaman Ahok kepada RT dan RW. Kalau mau pecat kami silahkan, cari saja yang mau jadi RT,” sindir RT di kawasan Kebayoran Baru, Jaksel ini.
Sementara Ketua Komisi A bidang pemerintahan, Riano P Achmad sudah mendengar adanya kepanikan RT dan RW terkait Pergub 168. “RT dan RW itu ujung tombak harusnya diberikan gaji yang profesional. Tidak seperti yang saat ini RT dan RW hanya mendapatkan biaya atau OP yang sangat terbatas. Padahal tugasnya sangat berat, jangan lagi ditakut-takuti dong,” terang politisi PPP ini.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI, Syarief menilai munculnya pergub tersebut merupakan tindakan lebay dari pemprov. Sebab hal itu tidak mempertimbangkan kondisi di masyarakat. ”Rekruitmen pun tidak punya pijakan yang matang. Kok bisa-bisanya Lurah menjadi panitia pemilihan RT dalam Pergub. Sementara Camat menjadi panitia pemilihan RW. Kalau ada 100 RT, masa Lurah ngurus gituan doang. Begitu pula dengan Camat,” sindirnya.
Komisi A terang Syarief meminta kepada Ahok agar merevisi Pergub 168. “Jangan sampai Lurah dan Camat hanya mengurus politik di tingkat RT dan RW. Itu aturan aneh sepanjang sejarah Jakarta,” tukasnya.
Berbeda dengan Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Merry Hotma. “Dasarnya kami setuju agar RT/RW diatur.
Dan ketua RT harus berpendidikan. Ini zaman dimana kita akan bertarung dengan internaional. Karena itu harus mengacu pada pendidikan,” katanya.
Tapi dengan adanya Pergub tersebut terang Merry harus dibarengi dengan pembangunan sistem yang menunjang. ”Jadi jangan tiba-tiba muncul kriteria. Lagipula Perda RT dan RW itu belum ada. Kalau ada pemecatan harus ada prosedur administratif dari pemda berupa SK pengangkatan. RT dan RW sesudah dipilih kan tidak ada SK,” tambahnya.(SOF/DED/ADT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar